Senin, 14 Desember 2015

Persebaran dan Keanekaragaman Tanaman Durian di Indonesia


ABSTRAK

Tipe hutan hujan tropis Indonesia merupakan ruang yang sangat cocok bagi tumbuhnya segala jenis buah-buahan tropis. Tercatat ada 329 jenis buah-buahan baik yang sudah dibudidayakan maupun yang masih tumbuh liar di hutan-hutan. Jumlah tersebut sangatlah besar. Oleh karena itu, dari jenis buah-buahan yang ada di seluruh kawasan Asia Tenggara yang jumlahnya mencapai 350 jenis, 94% terdapat di Indonesia. Indonesia merupakan salah satu dari 8 pusat keanekaragaman genetika khususnya jenis buah-buahan tropik. Durian adalah nama salah satu tumbuhan tropis yang berasal dari wilayah Asia Tenggara. Pusat keanekaragaman durian adalah Pulau Kalimantan. Kemudian tanaman durian tersebut menyebar ke seluruh Indonesia sampai ke Daerah Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Irian Jaya. Klik disini untuk melanjutkan ....

Pemanfaatan Limbah Tepung Aren sebagai Pakan Ternak di Desa Kertaharja, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis

Aren (Arenga pinnata wurmb), merupakan tumbuhan berbiji tertutup dimana biji buahnya terbungkus oleh daging buah. Pohon aren banyak tumbuh di Indonesia dan sering ditemukan di daerah perbukitan/pegunungan. Pohon aren kebanyakan tumbuh secara liar dan penyebarannya dibantu oleh luwak secara tidak langsung melalui pembuangan fecesnya.
Tanaman aren merupakan sumber daya alam yang memiliki banyak manfaat. Salah satu produk yang dihasilkan adalah pati atau tepung aren. Tepung aren sendiri dapat diolah menjadi bahan makanan seperti soun, cendol, bakmi, dan lain-lain. Pembuatan tepung aren dilakukan melalui beberapa tahap. Mulai dari pemecahan potongan batang, penyaringan, pengeringan, dan tahap yang terakhir adalah penggilingan dan pengayakan sehingga didapatkan tepung aren. Pembuatan tepung aren dilakukan dengan terlebih dahulu menebang pohon aren kemudian dipotong-potong sepanjang 1,25-2 m. Pada industri tradisional, serat dimasukkan kedalam bak yang dialiri air serta diaduk-aduk dan diinjak-injak untuk memisahkan antara ampas dan tepungnya.
Pohon aren telah dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat diberbagai tempat diantaranya digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula, serat kertas, bahan makanan berupa sayuran hingga bahan campuran pembuatan madu. Untuk pembuatan gula aren, sari aren dimasak di wajan besar dalam beberapa waktu yang cukup lama. Kemudian minyak ditambahkan pada sari aren yang sedang dimasak untuk menghindari kekosongan. Campuran sari aren terus diaduk hingga campuran berwarna merah gelap dan mengeras. Setelah itu campuran dituangkan dalam cetakan dan dibiarkan mendingin untuk proses pengkristalan. Di berbagai tempat, pohon aren juga dimanfaatkan untuk menghasilkan pati atau tepung aren. Industri tepung aren merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang mengolah batang aren menjadi barang setengah jadi yaitu tepung aren, yang pada nantinya memiliki nilai jual yang lebih tinggi sesuai peruntukannya.
Industri tepung aren telah terdapat di berbagai wilayah di Indonesia, salah satunya di Desa Kertaharja, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis. Industri tepung aren di wilayah ini masih dikelola oleh swadaya masyarakat setempat, sehingga terlihat pengolahan limbah industri dari produksi pati atau tepung aren ini masih belum dikelola dengan baik. Produksi pati atau tepung aren ini menghasilkan limbah padat dan limbah cair. Limbah padat ini terasa mulai menuai masalah dan mendapat respon negatif dari masyarakat sekitar.
Air tanah dapat tercemar oleh limbah yang dihasilkan dan dapat menyebabkan penyakit untuk masyarakat yang tinggal di wilayah sekitar tempat industri.  Dampak lain yang dapat dirasakan penduduk berupa timbulnya gangguan kulit setelah menggunakan sumber air yang sudah tercemar oleh limbah ampas aren. Selain itu dampak yang terjadi adalah matinya ikan-ikan pada kolam ikan milik penduduk. Kadar air tanah juga dapat berkurang karena dipakai dalam proses industri itu sendiri. Dampak yang paling parah dirasakan secara langsung adalah bau menyengat, khususnya setelah ampas terbasahi oleh air hujan. Bau tersebut cukup menghambat aktifitas sosial dan  masyarakat di lingkungan sekitar.
Setelah limbah tepung aren di Desa Kertaharja, Kecamatan Cijeungjing, Ciamis menuai masalah, kini solusi digagas para pengusaha tepung aren yang ada di daerah tersebut. Mereka tergabung dalam Assosiasi Produsen Tepung Aren Ciamis. Sembilan pengusaha di asosiasi itu mengubah limbah hasil pengolahan tepung aren menjadi pakan ternak untuk sapi.
Dalam penelitiannya, para pengusaha tepung aren di desa Kertaharja bekerjasama dengan dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk membuat pakan ternak dari limbah tepung aren. Setelah pengujian mutu, terbukti bahwa pakan ternak dari ampas aren tersebut memiliki kualitas lebih bagus dibanding dengan pakan ternak yang ada di pasaran. Selain dengan tujuan untuk mendaur ulang limbah aren dan mengurangi pencemaran lingkungan, ternyata pemanfaatan limbah aren menjadi pakan ternak ini juga membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat desa Kertaharja.

Ketika hanya di buang, limbah aren akan mencemari lingkungan. Namun ternyata, jika diteliti, limbah aren yang di daur ulang banyak manfaatnya seperti yang telah saya jelaskan diatas. Limbah aren dapat diolah menjadi pakan ternak sapi yang berkualitas tinggi, bukan hanya itu, limbah aren juga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan jamur dan pupuk kompos. Pemanfaatan limbah tersebut sangat berdampak baik terhadap masyarakat dan lingkungan. Masyarakat lebih sejahtera, lingkungan pun terhindar dari pencemaran.

Kontribusi Petani Wanita dalam Mengolah Lahan Pertanian di Pendesaan

1.      Latar Belakang
Pengakuan terhadap besarnya kontribusi wanita dalam pembangunan dalam kenyataanya menghadapi banyak kendala. Hal ini disebabkan konsep wanita dalam pembangunan cenderung mengacu pada perbedaan biologis pria dan wanita, oleh karena itu sudah saatnya perencana pembangunan lebih berorientasi pada masalah gender yang dewasa ini telah menempatkan wanita sejajar dengan pria. Dengan kata lain, wawasan gender perlu dipertimbangkan dalam setiap kebijakan pembangunan (Siti Partini, 1997).
Studi kasus ini bermaksud mengeksplorasi salah satu sisi kontribusi wanita dalam pemberdayaan ekonomi daerah (lokal) dan lingkungan hidup, yang tidak banyak disadari oleh banyak pihak, baik kalangan ahli maupun pemerintah yaitu tentang pola kerja petani wanita yang umumnya berada di pedesaan. Studi kasus ini diharapkan dapat menyadarkan publik bahwa ternyata kaum wanita di pedesaan pada zaman ini juga berkontribusi besar dalam pemberdayaan ekonomi khususnya dalam mengolah lahan pertanian.
Pada kenyataannya kaum wanita di desa terutama yang telah berstatus menikah, hanya berdiam diri di rumah, mengerjakan pekerjaan rumah, melayani anak dan suami. Hal tersebut tentu tidak memberikan dampak positif terhadap masyarakat dan lingkungan. Pola hidup wanita di pedesaan cenderung monoton karena kurangnya pendidikan dan keterampilan. Perempuan di pedesaan hanya dibekali dengan keterampilan mengurus rumah tangga, tanpa mengenyam pendidikan formal yang sesuai.
Sebagian besar penduduk wanita di pedesaan berpendidikan rendah. Umumnya hanya sampai tamatan sekolah dasar. Di pengaruhi pula oleh norma dan adat istiadat daerah setempat, perempuan tidak dianjurkan bekerja, lebih baik mengurus pekerjaan rumah saja. Hal tersebut menyebabkan kaum perempuan di desa tidak produktif dan akhirnya menyebabkan perempuan menjadi beban tanggungan keluarga.
Sementara upaya-upaya pragmatis untuk meningkatkan kontribusi wanita dalam pembangunan daerah mendapat porsi sentral, ternyata upaya “kecil” perhatian terhadap masalah profesi wanita ditinjau dari aspek keruangan kurang mendapat perhatian yang memadai. Oleh karena itu studi kasus ini akan mengisi ruang kosong yang selama ini kurang mendapat perhatian para ahli dan pemerhati masalah wanita, sehingga kajian kajian wanita dapat dilakukan secara lebih komprehensif, tidak hanya berdimensi sektoral (ekonomi, sosial, budaya) tetapi juga memiliki perspektif keruangan.
Pada dua dasawarsa terakhir ini banyak ahli dan pengamat sosial dan politik mengalihkan perhatian dan pandangannya pada studi-studi wanita (Papanek, 1980). Setidaknya ada 3 faktor mengapa titik perhatian tertuju pada masalah wanita yaitu : (1) adanya asumsi bahwa wanita merupakan salah satu sumberdaya manusia dalam pembangunan, (2) kuantitas wanita yang besar, lebih dari separoh jumlah penduduk, (3) dari segi kualitas, wanita sebagai penerus nilai dan norma-norma yang berlaku bagi generasi penerus (Tjokrowinoto, M, 1995).
Oppong dan Chuch (1981) mengemukakan adanya 7 (tujuh) kontribusi wanita, yang sebagian besar berorientasi kedalam kontribusi keluarga (domestic role) dan selebihnya lebih berorientasi pada masyarakat luas (public role). Ketujuh kontribusi tersebut antara lain : (1) kontribusi sebagai orang tua (parental role); (2) kontribusi sebagai isteri (conjugal role); (3) kontribusi di dalam rumah tangga (domestic role); (4) kontribusi di dalam kekerabatan (kin role); (5) kontribusi pribadi (individual role); (6) kontribusi di dalam masyarakat (community role); dan (7) kontribusi di dalam pekerjaan (occupational role).
Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan pembangunan, terjadi pergeseran kontribusi wanita, khususnya dari kontribusi-kontribusi rumah tangga (domestic role) menjadi kontribusi-kontribusi yang lebih berorientasi pada masyarakat luas (public role), yaitu bekerja di luar rumah. Sebagai konsekuensinya terjadi kontribusi ganda wanita. Hana Papanek (1980) menyatakan bahwa kontribusi ganda dengan segala permasalahannya adalah bahwa walaupun wanita dapat masuk dunia publik, akan tetapi harus tetap masuk pada wilayah domestiknya, sedangkan masuknya pria dalam lingkungan domestik rupanya masih gejala yang mustahil dalam masyarakat Indonesia, tetapi kini telah mulai menunjukkan perubahan yang semakin nyata.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Benjamin White (1991) sangat menarik untuk dipakai sebagai perbandingan. Mereka menyatakan bahwa pemisahan kontribusi dan pengaruh antar jenis kelamin (asumsi : wanita pada umumnya lebih berpengaruh dalam dunia rumah tangga, sedangkan pria berpengaruh di dunia luar, dan menguasai hampir semua posisi kekuasaan formal) sebenarnya hanyalah merupakan suatu penyesuaian sosial yang berasal dari adanya perbedaan-perbedaan biologis dan kontribusi reproduksi. Perbedaan kontribusi dan kedudukan baik dalam perkawinan maupun di masyarakat lebih mencerminkan sifat komplementer dan kerjasama, bukan subordinasi.
Kajian teoritik yang berkaitan kontribusi wanita dalam pembangunan sebagaimana yang telah diuraikan di atas, lebih bersifat pembagian kontribusi secara seksual, dikotomi kontribusi domestic dan public, dan kontribusi wanita dalam kerja serta peningkatan ekonomi keluarga, baik di sektor pertanian mapun non pertanian. Kajian dan penelitian-penelitian tersebut umumnya bersifat sektoral dan kurang memperhatikan dimensi ruang (spatial). Penelitian ini mengambil salah satu sisi kontribusi wanita dalam keluarga dan pembangunan dengan tinjauan keruangan. Penelitian ini mengambil sisi keruangan dari pola kontribusi petani wanita terhadap pengolahan lahan pertanian, pemberdayaan ekonomi dan masyarakat lokal, dengan mengambil studi kasus di daerah pedesaan.
Perkembangan daerah pedesaan ditandai dengan semakin banyaknya kebutuhan keluarga yang harus di penuhi serta akibat perkembangan jaman dan hukum kesetaraan gender yang makin di tegakkan, dalam konteks inilah kontribusi wanita di dudukkan sebagai pelaku kunci yang dapat mendorong perkembangan wilayah sekitar. Dengan kata lain, semakin banyak petani wanita yang berkontribusi dalam kegiatan pertanian lokal maka ia telah menjadi motor penggerak ekonomi lokal, sebaliknya jika wanita bergerak pasif, hanya menjalankan peran dalam rumah tangga, maka ia hanya menjadi beban tanggungan keluarga.

2.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka saya merumuskan masalah sebagai berikut :
a.       Apakah yang dimaksud dengan petani wanita ?

b.      Bagaimana Kontribusi Petani Wanita dalam Mengolah Lahan Pertanian di Pendesaan ?


Kondisi Lingkungan yang Cocok bagi Tumbuh Kembang Tanaman Durian

1.      Latar Belakang
Durian adalah tanaman asli Asia Tenggara yang tersebar di Negara-negara Asia Tenggara terutama di Pulau Kalimantan. Buah durian merupakan buah yang cukup diminati oleh masyarakat Indonesia, hal ini terlihat dari jumlah permintaan yang melebihi jumlah produksi durian. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik bahwa pada tahun 2004 Indonesia mengimpor durian segar 11,086,846 kg dan tahun 2005 mengimpor 5,787,426 kg. Durian belum bisa diproduksi pada daerah subtropis karena keadaan iklim yang tidak mendukung pertumbuhan durian. Indonesia sangat potensial untuk produksi durian karena memiliki lokasi yang merupakan habitat asli tanaman durian.
Para ahli berpendapat bahwa pada mulanya tanaman durian tumbuh liar di hutan Malaysia, Sumatera dan Kalimantan. Kemudian tanaman durian tersebut menyebar ke seluruh Indonesia sampai ke Daerah Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Kepala Burung Irian Jaya. Penyebaran tanaman durian ke arah barat adalah ke Thailand, Birma, India dan Pakistan.
Penyebaran areal tanaman durian dilakukan oleh manusia yang merambah daerah hutan yang satu ke daerah hutan yang lain. Di setiap daerah yang mereka tinggalkan, tumbuhlah biji-biji durian yang mereka bawa. Biji-biji durian tersebut tumbuh bersama semak belukar. Biji-biji durian tersebut juga tumbuh di daerah sekitar yang mereka lewati. Dengan demikian, biji-biji durian itu tumbuh di suatu tempat secara alami dan tidak beraturan. Setelah melalui penelitian secara seksama oleh para ahli, penyebaran tanaman durian menjadi lebih luas lagi. Dalam hal ini para ahli ikut berperan dalam menyebar luaskan tanaman durian.
Murray adalah seorang ahli yang pertama kali mendengar adanya buah durian. Akan tetapi pada waktu itu ia masih memiliki pandangan negatif. Ia menilai bahwa bau buah durian sangat mengganggu karena baunya seperti bau musang. Setelah mencari buah durian sendiri di Hutan Malaya dan meneliti kehidupan di sekitarnya, akhirnya ia menemukan buah durian tersebut. Buah durian yang ditemukannya itu langsung dibelah dan dimakan tanpa ragu-ragu. Ia pulang ke negeri asalnya dan membawa buah durian tersebut. Ia sendiri mencoba menetralisasi anggapan bahwa buah durian itu tidak enak, berbau busuk, dan sebagainya. Dengan upaya tersebut, banyak orang menyukai buah durian karena rasanya memang sangat lezat dan baunya harum. Akhirnya buah durian tersebut dinobatkan sebagai raja segala buah.
Murray, sebagai ahli ilmu pengetahuan alam sangat bangga akan buah hasil penemuannya. Ahli lain yang mengenalkan buah durian adalah C. Lumholz. Dia benar-benar puas terhadap buah durian setelah menikmatinya sendiri. Dari usaha para ahli inilah akhirnya buah durian dikenal sampai ke mancanegara dan banyak dicari orang karena rasa dan baunya yang khas.
Tidak kurang dari 300 spesies durian berhasil ditemukan oleh para ahli. Dari jumlah itu diketahui jumlah generannya, yakni sebanyak 31 genera. Dari sekian banyak genera yang ditemukan itu, baru 6 spesies saja yang sudah dipastikan bisa dimakan oleh manusia. Di Indonesia terdapat beberapa spesies durian antara lain, antara lain 19 spesies tumbuh di Kalimantan, dan 7 spesies di pulau Sumatera Ke-enam spesies durian yang bisa dimakan adalah :
a.       Durio murr, dengan nama lokal durian biasa
b.      Durio kutejensis (Hass) Bece, dengan nama lokal Lai
c.       Durio oxleyamis (Griff), dengan nama lokal Kerantongan
d.      Durio graveolens (Bece), dengan nama lokal Tabelek
e.       Durio delcis, dengan nama lokal Lahong
f.       Durio grandiflorus (Mast) 
Tanaman durian merupakan jenis pohon hutan basah yang memiliki tinggi mencapai 30-40 m dan garis tengah 2-2,5 m. Walaupun umumnya tidak dikenal di negara barat, durian adalah sebuah komoditas berharga di Asia Tenggara.yang memberikan pengaruh pada kultur dan sejarah dunia. Dalam Ilmu tumbuh-tumbuahan, durian di klasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom
:
Plantae (Tumbuh-tumbuhan)
Divisi
:
Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Subdivisi
:
Angioespermae (Berbiji tertutup)
Kelas
:
Dicotyledonae (Biji Berkeping dua)
Ordo
:
Bombacales
Famili
:
Bombacaceae
Genus
:
Durio
Species
:
Durio zibethinus Murr

Agar tanaman durian bisa tumbuh dengan baik, maka durian harus di tanam pada lahan dengan kondisi lingkungan yang ideal dan cocok dengan karakteristik tanaman durian itu sendiri. Kondisi lingkungan cocok yang disebutkan adalah sebagai berikut.
a.       Iklim
Curah hujan untuk tanaman durian maksimum 3000-3500 mm/tahun dan minimal 1500-3000 mm/tahun. Curah hujan merata sepanjang tahun, dengan kemarau 1-2 bulan sebelum berbunga lebih baik daripada hujan terus menerus. Intensitas cahaya matahari yang dibutuhkan durian adalah 60-80%. Tanaman durian cocok pada suhu rata-rata 20-30 derajat C. Pada suhu 15˚C durian dapat tumbuh tetapi pertumbuhan tidak optimal. Bila suhu mencapai 35˚C daun akan terbakar.
b.      Media Tanam
Tanaman durian menghendaki tanah yang subur (tanah yang kaya bahan organik). Partikel penyusunan tanah seimbang antara pasir liat dan debu sehingga mudah membentuk remah. Tanah yang cocok untuk durian adalah jenis tanah grumosol dan ondosol. Tanah yang memiliki ciri-ciri warna hitam keabu-abuan kelam, struktur tanah lapisan atas bebutir-butir, sedangkan bagian bawah bergumpal, dan kemampuan mengikat air tinggi. Tanaman durian juga menyukai tanah latosol atau yang mengandung pasir.  Derajat keasaman tanah yang dikehendaki tanaman durian adalah (pH) 5-7, dengan pH optimum 6-6,5. Tanaman durian termasuk tanaman tahunan dengan perakaran dalam, maka membutuhkan kandungan air tanah dengan kedalam cukup, (50-150 cm) dan (150-200 cm). Jika kedalaman air tanah terlalu dangkal/ dalam, rasa buah tidak manis/tanaman akan kekeringan/akarnya busuk akibat selalu tergenang. Jarak tanam (10-12) x (12-14) meter tergantung varietasnya.
c.       Ketinggian Tempat
Ketinggian tempat untuk bertanam durian tidak boleh lebih dari 800 m dpl. Tetapi ada juga tanaman durian yang cocok ditanam diberbagai ketinggian. Tanah yang berbukit/yang kemiringannya kurang dari 15 kurang praktis daripada lahan yang datar rata.

2.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka saya merumuskan masalah sebagai berikut :
a.       Apakah yang dimaksud durian ?

b.      Kondisi lingkungan seperti apakah yang cocok bagi tumbuh kembang tanaman durian ?

Pengaruh Urbanisasi terhadap Berkembangnya Pemukiman Kumuh di Perkotaan

A.    Pengaruh Urbanisasi terhadap Berkembangnya Pemukiman Kumuh di Perkotaan
1.      Latar Belakang
Kecenderungan pertumbuhan penduduk pada negara-negara berkembang adalah pertumbuhan penduduk yang pesat namun tidak di imbangi dengan daya dukung lingkungan. Salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi adalah Indonesia. Selain di pengaruhi oleh faktor alami seperti kelahiran dan kematian, pertumbuhan penduduk Indonesia juga dipengaruhi oleh arus urbanisasi.
Melihat gemerlapnya kehidupan di kota membuat penduduk desa tertarik untuk pindah ke kota. Kepergian penduduk desa ke kota dengan tujuan mengadu nasib tidaklah masalah jika mereka dibekali dengan keterampilan yang dibutuhkan di kota. Namun ketika mereka hanya datang ke kota tanpa keahlian apapun, yang terjadi bukanlah mendapatkan pekerjaan yang layak melainkan hanya bekerja di sektor informal yang tidak memerlukan latar belakang pendidikan dan skill seperti menjadi kuli, buru bangunan, pengamen dan sebagainya.
Laju pertumbuhan penduduk yang pesat di kota yang tidak diimbangi dengan daya dukung lingkungan, serta ketidak mampuan pemerintah dalam melakukan penataan wilayah dan kependudukan akan menimbulkan berbagai permasalahan. Salah satunya adalah perkembangan pemukiman kumuh.
Definisi urbanisasi berbeda beda antara suatu negara dengan negara lainnya tetapi biasanya pengertiannya berhubungan dengan kota atau daerah pemukiman lain yang padat. Urbanisasi adalah bertambahnya proporsi penduduk yang berdiam di daerah perkotaan yang disebabkan oleh pertambahan penduduk alami, perpindahan penduduk ke perkotaan dan atau akibat dari perluasan daerah perkotaan. (Rozi Munir, 1981).
Urbanisasi dapat diartikan tingkat kekotaan atau persentase jumlah penduduk yang tinggal di kota dibanding dengan jumlah penduduk seluruhnya dan juga berarti suatu proses menuju bentuk perkotaan. (Sinulingga, 1999; Kusumawijaya, 2006).
Menurut Kingsley Davis (1965) urbanisasi adalah jumlah penduduk yang memusat di daerah perkotaan atau meningkatnya proporsi tersebut.
Urbanisasi dapat diartikan sebagai berubahnya suatu masyarakat pada kawasan tertentu dari sifat homogen menjadi heterogen, baik disebabkan karena perkembangan masyarakat dari kawasan itu sendiri maupun karena proses migrasi dari daerah lain. (Hariyono, 2007).
Urbanisasi adalah hal yang menyangkut proses menjadi kawasan perkotaan, migrasi masuk kota, berubah pangupa jiwa dari bertani ke yang lain juga menyangkut perubahan dalam pola prilaku manusia. (Daljoeni, 2014:90)
Melalui tulisan tersebut digambarkan adanya faktor pendorong dari daerah asal dan faktor penarik dari daerah tujuan.
a.       Faktor-faktor pendorong (push factors), biasanya digambarkan sebagai akibat kekurangan sumber-sumber untuk kebutuhan hidup, adanya kemiskinan dan pola hubungan sosial yang mengekang.
b.      Faktor-faktor penarik (pull factors), digambarkan sebagai keadaan yang berlawanan dengan keadaan yang menjadi faktor pendorong di tempat asal, misalnya kesempatan kerja yang lebih baik di tempat tujuan.
Sebagai akibat dari cepatnya pertambahan penduduk yang ditunjang dengan perkembangan ekonomi, transportasi dan pendidikan, frekuensi mobilitas yang semakin meningkat, urbanisasi memiliki implikasi terhadap berbagai sektor kehidupan (Bintoro, 1986:13) adalah:
a.       Sektor ekonomi, srtuktur ekonomi menjadi lebih bervariasi. Bermacam-macam usaha atau kegiatan di bidang transportasi, perdagangan dan jasa timbul dari mereka yang bermodal kecil sampai bermodal besar.
b.      Perkembangan di bidang wiraswasta juga tampak meluas misalnya saja peternakan, kerajinan tangan dan lain-lain.
c.       Berkembangnya bidang pendidikan mulai tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
d.      Meluasnya kota kearah pinggiran kota sehingga transportasi menjadi lebih lancar.
e.       Meningkatnya harga tanah, baik di kota maupun pinggiran kota.
f.       Berkembangnya industrialisasi sebab tenaga kerja murah dan melimpah, pasaran meluas industri cenderung lebih berkembang.
Akibat dari pengembangan dan pembangunan wilayah perkotaan dapat menimbulkan berbagai jenis dampak lingkungan baik yang positif maupun yang negatif. Dampak lingkungan kota yang bersifat negatif dapat timbul dari kota - kota besar di dunia dan terutama di Negara-negara berkembang.
Gangguan terhadap kualitas hidup adalah adanya ketimpangan interaksi antara manusia dan lingkungannya. Adapun dampak lingkungan kota yang berkaitan dengan urbanisasi adalah antara lain:
a.       Pertambahan penduduk kota yang begitu cepat, sudah sulit diikuti dengan kemampuan daya dukung kotanya.
b.      Penambahan kendaraan bermotor roda dua dan roda empat yang membanjiri kota tidak henti-hentinya, menimbulkan berbagai polusi atau pencemaran seperti polusi udara dan kebisingan atau polusi suara bagi pendengaran manusia.
c.       Pengembangan industri di kota atau dekat kota menghasilkan bahan sisa industri yang harus dibuang dan berbagai limbah industri lainnya.
Urbanisasi di negara berkembang di Asia terutama pada negara-negara bekas jajahan termasuk Indonesia berbeda dengan negara maju yaitu pertumbuhan penduduk kota yang tidak sejalan dengan pertumbuhan ekonominya. (Sinulingga, 1999). Akibat dari urbanisasi adalah meningkatnya jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan dan ini merupakan masalah krusial yang dihadapi hampir semua kota di Indonesia. Yang paling mudah dan terlihat jelas adalah banyaknya penduduk kota yang tinggal di pemukiman liar dan kumuh, serta terbatasnya akses penduduk ini pada pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi (Soegijoko, 2005). Kota sebagai sumber perubahan akan mengubah masyarakat mulai dari lapisan terbawah hingga yang teratas. Di kota perubahan menjadi masalah gengsi, sehingga orang berlomba untuk berubah dan mencapai lapisan sosial yang tertinggi. Selain perubahan sosial, kota menawarkan perubahan di bidang ekonomi,politik dan pendidikan. (Daldjoeni, 2003).
 Pesatnya pertumbuhan penduduk kota sebagai dampak dari urbanisasi ini mengakibatkan munculnya kebutuhan akan rumah sebagai tempat bermukim. Tetapi karena sebagian besar mereka dari golongan miskin sehingga tidak mampu mendiami perumahan yang layak. Sebagian diantaranya mencari tempat untuk menumpang di rumah keluarganya sehingga suatu rumah dihuni oleh beberapa keluarga. Soebroto dalam Budihardjo (1992) mengemukakan bahwa melihat taraf penghasilan mereka, kemungkinan besar mereka tinggal di daerah pemukiman sempit, berdesak-desak dan berdiri di atas status tanah yang tidak jelas, tidak memenuhi syarat kesehatan dan bahkan tidak mempunyai tempat tinggal tetap. Jadi bagi mereka yang tidak mendapat tumpangan dan tidak mampu menyewa rumah, akan membangun rumah darurat secara liar pada tanah-tanah negara yang kosong atau pada jalur hijau sepanjang bantaran sungai, sepanjang bantaran rel kereta api, kolong jembatan maupun tempat lainnya yang seharusnya dibiarkan tanpa bangunan untuk kelestarian kota secara keseluruhan (Sinulingga, 1999).
Pemukiman kumuh selain dipandang merusak keindahan kota juga menjadi pusat pengangguran dan sumber penyakit, kejahatan, pelacuran serta borok sosial lainnya. Keadaan runyam ini sudah semestinya tak mampu memberi kesempatan bagi proses transformasi pada para migran yang berasal dari pedesaan ke dalam tata kehidupan urban yang dapat berlangsung secara wajar. (Daldjoeni, 2003)
Kumuh adalah keadaan yang mengandung sifat-sifat keusangan, banyak ditujukan kepada keadaan guna lahan atau zona atau kawasan yang sudah sulit diperbaiki lagi, jadi yang telah baik dibongkar, tapi juga dapat ditujukan kepada keadaan yang secara fisik masih cukup baik belum tua, tetapi sudah tidak lagi memenuhi berbagai standar kelayakan (Handoyo, 2009).

2.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka saya merumuskan masalah sebagai berikut :
a.       Apa yang dimaksud dengan urbanisasi?
b.      Apa yang dimaksud dengan pemukiman kumuh?
c.       Bagaimana pengaruh ubanisasi terhadap berkembangnya pemukiman kumuh?

Pengertian Lembaga Sosial, Ciri-Ciri, Fungsi, & Macam-Macamnya

  
Pengertian Lembaga Sosial, Ciri-Ciri, Fungsi, & Macam-Macamnya - Secara umum, Pengertian Lembaga adalah suatu sistem norma untuk mencapai tujuan tertentu yang oleh masyarakat dianggap penting. Sistem norma itu mencakup gagasan, aturan, tata cara, kegiatan dan ketentuan sanksi (reward and punishment system). Sistem norma itu merupakan hasil proses yang berangsur-angsur menjadi suatu sistem yang terorganisasi yang teruji kredibilitasnya, dan teperceaya. Seperti agama adalah lembaga karena merupakan suatu sistem gagasan, kepercayaan, tata cara ibadah, dan pedoman perilaku yang dipercaya penganutnya karena dapat membawa pada kebaikan dunia dan akhirat.

ANALISIS STRUKTUR PEREKONOMIAN BERDASARKAN PENDEKATAN SHIFT SHARE DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012-2014


ANALISIS STRUKTUR PEREKONOMIAN  BERDASARKAN PENDEKATAN SHIFT SHARE  DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012-2014