BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum dikembangkan berdasarkan latar belakang sbb:
1. Mutu pendidikan rendah.
Beberapa indikator menunjukkan bahwa kinerja pendidikan kita masih jauh dari harapan, antara lain rata-rata tingkat pencapaian nilai UN lulusan baik SD, SMP, maupun SMA dan sekolah-sekolah yang sederajat dari tahun ke tahun selalu kurang memuaskan. Indikator lain, seperti keterampilan, keimanan, rasa tanggung jawab, kepribadian, dan budi pekerti belum mendapat perhatian yang memadai. Masih sering terjadi perkelahian antar pelajar, banyak siswa bolos dan keluyuran di luar sekolah pada jam-jam pelajaran, dll. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain di lingkungan ASEAN apalagi negara-negara maju mutu pendidikan di Indonesia jauh tertinggal.
2. Pendidikan sentralistik.
Selama ini kurikulum, metode pembelajaran dan lain-lain diatur secara sentralistik, yaitu penyusunan secara total dari pemerintah pusat sehingga guru tidak mempunyai ruang untuk berimprovisasi dan berinovasi. Kreativitas guru tidak dapat tumbuh dengan baik sebagai akibat dari tuntutan target GBPP.
3. Kurikulum seragam secara nasional.
Kurikulum sampai dengan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaannya ditetapkan oleh pemerintah pusat dan sama sekali tidak memperhatikan kebutuhan serta ciri khas daerah. Kemampuan dan budaya daerah yang satu dengan yang lain tidak sama akan tetapi disuruh mencerna sesuatu yang sama akibatnya pendidikan menghasilkan lulusan yang tidak mengenal identitasnya sendiri.
4. Otonomi daerah.
Dalam rangka mengatasi kelemahan pengelolaan pendidikan yang sentralistik, maka pemerintah menerapkan kebijakan dengan menyerahkan sebagian wewenangnya ke daerah. Dalam hal ini pemerintah pusat hanya menyiapkan standar kompetensi yang bersifat nasional sedangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan proses pembelajaran seperti silabus dan sistem penilaiannya diserahkan ke daerah atau sekolah. Otonomi memberikan bentuk pelimpahan wewenang kepada provinsi, kabupaten/kota, bahkan sekolah. Otonomi pendidikan bagi sekolah dalam bentuk Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sehingga sekolah menjadi lebih dinamis dan kreatif.
5. Kebijaksanaan Broad-Based Education.
Broad Based Education (BBE) merupakan strategi layanan pendidikan yang akan diterapkan pada masa yang akan datang terutama pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. BBE adalah pendidikan berbasis masyarakat luas, yaitu kebijakan penyelenggaraan pendidikan yang diperuntukkan bagi kepentingan dan kebutuhan lapisan masyarakat luas (Dikdasmen, 2001). Dengan kata lain, BBE adalah suatu pendekatan pembelajaran yang tidak hanya berorientasi pada bidang akademik atau vokasional semata akan tetapi juga memberikan bekal kepada siswa keterampilan untuk hidup atau bekerja (life skills). Siswa tidak hanya belajar teori tetapi juga menerapkan pengetahuannya untuk pemecahan masalah kehidupan sehari-hari atau learning how to learn.
6. School-Based Management.
Kebijakan School-Based Management (SBM) menuntut perubahan wewenang dari pemerintah pusat ke daerah dan sekolah. Kebijakan SBM diikuti dengan partisipasi dari masyarakat (community based education). Tujuan utama perubahan ini adalah memberikan wewenang kepada sekolah dalam mengelola dan mengembangkan sekolah secara lebih mandiri karena kendali pusat hanya bersifat umum. Melalui kebijakan ini diharapkan agar sekolah dapat bergerak dan pada akhirnya menghasilkan sekolah yang demokratis, yakni melalui pemberian kepercayaan sekolah kepada guru, pemberian kepercayaan guru kepada siswa dan akhirnya akan menghasilkan lulusan yang bermutu tinggi.
7. Life skills education
Life skills education adalah suatu proses pendidikan yang mengarah kepada pembekalan kecakapan seseorang untuk mampu dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan kemudian secara proaktif dan kreatif mencari solusinya sehingga akhirnya mampu mengatasi problema tersebut. Life skillsdiartikan bukan sekedar keterampilan kejuruan (vocational job) melainkan mencakup juga kemampuan-kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional seperti kemampuan membaca, menulis, menghitung, merumuskan dan memecahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja dalam tim, semangat belajar sepanjang hayat, kemampuan berpikir, berkomunikasi baik lisan maupun tertulis, bertangung jawab, mempergunakan teknologi dan sebagainya. Oleh karena itu, cakupan life skills teramat luas, yakni : communication skills, decision making skills, resource and time management skills, planning skills. Disamping itu, secara garis besar life skills dapat juga dikelompokkan menjadi general life skills dan specific life skills. General life skills diperlukan oleh setiap manusia tidak tergantung status dan usia yang merupakan kemampuan dasar sehingga lebih baik dikembangkan pada anak mulai usia TK, SD, dan SMP sedangkan specific life skills diperlukan seseorang untuk menghadapi problema di bidang-bidang tertentu sehingga baik dikembangkan mulai SMA (academic skills) dan SMK (vocational skills).
B. Tujuan Penulisan Makalah
a. Tujuan Teoritik
1) Memberi arah dalam melaksanakan proses pembelajaran baik di sekolah maupun di luar sekolah.
2) Mengembangkan potensi yang dimiliki oleh tiap-tiap daerah dan keadaan, serta mendukung tercapainya pendidikan.
b. Tujuan Praktis
Untuk memenuhi syarat dalam mengikuti / menyelesaikan mata kuliah Manajemen Kurikulum.
C. Rumusan Masalah
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Pendekatan Pengembangan Kurikulum SD!
2. Sebutkan pendekatan pengembangan kurikulum?
3. Apa saja model-model pengembangan kurikulum?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendekatan Pengembangan Kurikulum SD
Pengembangan kurikulum (curriculum development / curriculum planning /curriculum design) adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang ditujukan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai perubahan-perubahan itu telah terjadi pada diri siswa.
Dalam hal ini, pengembangan kurikulum adalah suatu proses siklus yang tidak pernah ada titik awal dan akhirnya. Sebab, pengembangan kurikulum ini merupakan suatu proses yang bertumpu pada unsur-unsur dalam kurikulum, yang di dalamnya meliputi tujuan metode dan material, penilaian dan balikan (feedback).
Tujuan menggambarkan semua pengetahuan dan pertimbangan tujuan-tujuan pembelajaran, baik berhubungan dengan mata pelajaran maupun kurikulum secara keseluruhan. Metode dan material menggambarkan metode-metode dan material sekolah guna mencapai tujuan-tujuan tersebut. Penilaian, berhubungan dengan sejauh mana keberhasilan kegiatan yang telah dikembangkan tujuan baru.
Balikan (feedback), merupakan semua pengalaman yang telah diperoleh dan pada gilirannya menjadi titik tolak bagi langkah pengembangan. Pengembangan kurikulum sendiri adalah kegiatan yang mengacu pada usaha untuk melaksanakan dan mempertahankan dan menyempurnakan kurikulum yang telah ada guna memperoleh hasil yang lebih baik lagi.
Dari kurikulum 1994, suplemen 1999, KBK dan KTSP. Dan kurikulum yang sekarang kita pakai adalah kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkatan Satuan Pendidikan) dalam KTSP, pengembangan kurikulum dilakukan oleh Guru, Kepala Sekolah serta Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan.
B. Pendekatan Pengembangan Kurikulum SD
Pengembangan kurikulum seyogyanya dilaksanakan secara sistematik berdasarkan prinsip terpadu yaitu memberikan petunjuk bahwa keseluruhan komponen harus tepat sekali dan menyambung secara integratif, tidak terlepas-lepas, tetapi menyeluruh. Penyusunan satu komponen harus dinilai konsistensinya dan berkaitan dengan komponen-komponen lainnya sehingga kurikulum benar-benar terpadu secara bulat dan utuh.
Ada beberapa macam pendekatan yang dapat digunakan dalam mengembangkan kurikulum, diantaranya adalah:
1. Pendekatan Bidang Studi (Field of Study Approach)
Pendekatan ini menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum misalnya matematika, sains, sejarah, geografi, atau IPA, IPS, dan sebagainya seperti yang lazim kita dapati dalam sistem pendidikan kita sekarang di semua sekolah dan universitas.
Yang diutamakan dalam pendekatan ini ialah penguasaan bahan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu. Tipe organisasi ini paling mudah dibandingkan dengan pendekatan lainnya oleh sebab disiplin ilmu telah jelas batasannya dan karena itu lebih mudah mempertanggungjawabkan apa yang diajarkan.
2. Pendekatan Interdisipliner (Interdisciplinary Approach)
Di bawah ini akan kita bicarakan beberapa pendekatan interdisipliner dalam pengembangan kurikulum.
a. Pendekatan Broad-Field
Pendekatan ini berusaha mengintregasikan beberapa disiplin atau mata pelajaran yang saling berkaitan agar siswa memahami ilmu pengetahuan tidak berada dalam vakum atau kehampaan akan tetapi merupakan bagian integral dari kehidupan manusia.
Pendekatan broad field ini juga dapat digunakan agar siswa memahami hubungan yang kompleks antara kejadian-kejadian di dunia, misalnya antara perang vietnam dan korea dengan kebangkitan ekonomi jepang dan lain-lain.
Pendekatan Broad-Field pada hakekatnya adalah penyatuan beberapa mata pelajaran yang sejenis, seperti IPA (didalamnya tergabung ada fisika, biologi dan kimia) dan IPS. Kurikulum bentuk ini sebagai upaya penggabungan dari mata pelajaran-mata pelajaran yang terpisah-pisah dengan maksud untuk mengurangi kekurangan yang terdapat dalam bentuk mata pelajaran. Korelasi kurikulum merupakan penggabungan dari mata pelajaran yang sejenis secara insidental.
Dari bahan kurikulum yang terlepas-lepas diupayakan disatukan dengan bahan kurikulum atau mata pelajaran yang sejenis sehingga dapat memperkaya wawasan siswa dari berbagai disiplin ilmu. Tetapi kenyataan di lapangan atau di sekolah terbukti bahwa guru-guru masih berpegang pada latar belakang pendidikannya. Seumpamanya seorang guru sejarah mengajarkan bidang studi IPS, tetapi dalam pelaksanaannya masih mengutamakan pelajaran sejarahnya daripada substansi IPS itu sendiri.
Demikian pula dalam penilaiannya cenderung akan banyak mengukur atau menilai substansi sejarahnya daripada substansi IPSnya. Salah satu penyebabnya karena guru yang bersangkutan belum memahami prinsip-prinsip pola penggabungan mata pelajaran tersebut.
Bahan pelajaran dalam kurikulum ini memungkinkan substansi pelajarannya memiliki pengertian-pengertian yang lebih mendalam dibanding dengan mata pelajaran yang terpisah-pisah. Dalam korelasi kurikulum masih memungkinkan guru akan lebih banyak memberikan substansi prinsip-prinsip dan generalisasi, sehingga guru dapat menyampaikan materi atau membimbing siswa untuk mempelajari bahan pelajaran secara utuh (dalam lingkup bord field) dan dapat meningkatkan daya tarik siswa terhadap pelajaran tersebut.
b. Pendekatan Kurikulum Inti (core curriculum)
Kurikulum ini banyak persamaannya dengan broad-field, karena juga menggabungkan berbagai disiplin ilmu. Kurikulum diberikan berdasarkan suatu masalah sosial atau personal. Untuk memecahkan masalah itu digunakan bahan dari berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan masalah itu.
Kurikulum ini merupakan bagian dari kurikulum terpadu (integrated curriculum). Beberapa karakteristik yang dapat dikaji dalam kurikulum ini adalah :
1. Kurikulum ini direncanakan secara berkelanjutan (continue) selalu berkaitan dan direncanakan secara terus-menerus.
2. Isi kurikulum yang dikembangkan merupakan rangkaian dari pengalaman yang saling berkaitan.
3. Isi kurikulum selalu mengambil atas dasar masalah maupun problema yang dihadapi secara aktual.
4. Isi kurikululm cenderung mengambil atau mengangkat substansi yang bersifat pribadi maupun sosial.
5. Isi kurikulum ini lebih difokuskan berlaku untuk semua siswa, sehingga kurikulum ini sebagai kurikulum umum tetapi substansinya bersifat problema, pribadi, sosial dan pengalaman yang terpadu.
Kurikulum ini selalu menggunakan bahan-bahan dari berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu guna menjawab atau menyelesaikan permasalahan yang dihadapi atau yang dipelajari siswa. Tidak menutup kemungkinan bahwa aspek lingkungan pun menjadi bahan yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum ini. Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa core curriculum adalah bagian dari kurikulum terintegrasi atau kurikulum terpadu, sehingga program pembelajaran untuk kurikulum ini harus dikembangkan secara bersama-sama antara guru dengan siswa. Dalam prosesnya, kurikulum terpadu perlu didukung oleh kemampuan guru dalam mengelola waktu dan kegiatan sehingga aktivitas dan substansi materi yang dipelajari siswa menjadi lebih efektif, efisien dan bermakna.
c. Pendekatan Kurikulum Inti di Perguruan Tinggi
Istilah inti (core) juga digunakan dalam kurikulum perguruan tinggi. Dengan “core” dimaksud pengetahuan inti/pokok yang diambil dari semua disiplin ilmu yang esensial mengenai kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang dianggap layak dimiliki oleh tiap orang terdidik dan terpelajar.
d. Pendekatan Kurikulum Fusi
Kurikullum ini men-fusi-kan atau menyatukan dua atau lebih disiplin tradisional menjadi studi baru misalnya : geografi + botani + arkeologi menjadi earth sciences.
3. Pendekatan Rekonstruksionisme (Reconstructionist Approach)
Rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris Reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Rekonstruksionismemerupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme, gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.
Rekonstruksionismedi pelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930 yang ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil tokoh-tokoh aliran rekonstruksionisme yaitu Caroline pratt, George count, dan Harold rugg.
Progresivismeyang dilandasi pemikiran Deweydikembangkan oleh Kilpatrick dan Jhon Child, juga mendorong pendidikan agar lebih sadar terhadap tanggung jawab sosial. Namun mereka tidak sepakat dengan Count dan Rugg bahwa sekolah harus melakukan perbaikan masyarakat yang spesifik. Kaum progresif lebih suka menekankan tujuan umum pertumbuhan masyarakat melalui pendidikan. Aliran ini berpendapat bahwa sekolah harus mendominasi atau mengarahkan perubahan (rekonstruksi) pada tatanan sosial saat ini.
Usaha rekonstruksionismesosial yang diupayakan Brammelddidasarkan atas suatu asumsi bahwa kita telah beralih dari masyarakat agraris pedesaan ke masyarakat urban yang berteknologi tinggi namun masih terdapat suatu kelambatan budaya yang serius yaitu dalam kemampuan manusia menyesuaikan diri terhadap masyarakat teknologi. Hal tersebut sesuai dengan pandangan Count bahwa apa yang diperlukan pada masyarakat yang memiliki perkembangan teknologi yang cepat adalah rekonstruksi masyarakat dan pembentukan serta perubahan tata dunia baru.
Teori pendidikan rekonstruksionisme yang dikemukakan oleh Brameld terdiri dari enam tesis, yaitu :
1. Pendidikan harus dilaksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita dan selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial modern. Pendidikan harus menyeponsori perubahan yang benar dalam nurani manusia. Oleh karena itu, kekuatan teknologi yang sangat kuat harus dimanfaatkan untuk membangun umat manusia, bukan untuk menghancurkannya. Masyarakat harus diubah bukan melalui tindakan positif, melainkan dengan cara mendasar.
2. Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati, yaitu sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri. Semua yang mempengaruhi harapan dan hajat masyarakat seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, industri dan sebagainya. Semua akan menjadi tanggung jawab rakyat melalui wakil-wakil yang dipilih. Masyarakat ideal adalah masyarakat yang demokrasi. Struktur, tujuan dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan tata aturan baru harus diakui merupakan bagian dari pendapat masyarakat.
3. Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan sosial. Menurut rekonstruksionisme hidup beradab adalah hidup berkelompok sehingga kelompok akan memainkan peran yang penting di sekolah.
4. Guru harus meyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara bijaksana yaitu dengan memperhatikan prosedur yang demokratis. Guru harus mengadakan pengujian secara terbuka terhadap fakta-fakta.
5. Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial. Yang penting dari sains sosial adalah mendorong kita untuk menemukan nilai-nilai, yaitu manusia yang percaya atau tidak bahwa nilai-nilai itu bersifat universal.
6. Kita harus meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang pakai, struktur administrasi, dan bagaimana guru dilatih. Semua itu harus di bangun kembali bersesuaian dengan teori kebutuhan tentang sifat dasar manusia secara rasional dan ilmiah. Kita harus menyusun kurikulum dimana pokok-pokok dan bagiannya dihubungkan secara integral, tidak disajikan sebagai suatu sekuensi komponen pengetahuan.
a. Macam-macam Pendekatan Rekonstruksionisme
Pendekatan ini juga disebut rekonstruksi sosial karena memfokus kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat, seperti polusi, ledakan penduduk, dan lain-lain. Dalam gerakan rekonstruksionisme terdapat dua kelompok utama yang sangat berbeda pandangan tentang kurikulum, yakni :
1. Rekonstruksionisme Konservatif
Aliran ini menginginkan agar pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat, masalah-masalah dapat bersifat lokal dan bersifat daerah nasional, regional dan internasional bagi pelajar SD sampai dengan Perguruan Tinggi. Peranan guru sebagai orang yang menganjurkan perubahan (agent of change) mendorong siswa menjadi partisipan aktif dalam proses perbaikan masyarakat. Pendekatan kurikulum ini konsisten dengan Falsafah Pragmatisme.
2. Rekonstruksionisme Radikal
Pendekatan ini berpendapat bahwa banyak Negara mengadakan pembangunan dengan merugikan rakyat kecil, yang miskin yang merupakan mayoritas masyarakat. Elite yang berkuasa mengadakan tekanan terhadap massa yang tak berdaya melalui sistem pendidikan yang diatur demi tujuan itu.
Golongan radikal ini menganjurkan agar pendidikan formal maupun pendidikan nonformal mengabdikan diri demi tercapainya orde sosial baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata. Mereka berpendapat bahwa sekolah yang dikembangkan negara bersifat opresif dan tidak humanistik serta digunakan sebagai alat golongan elit untuk mempertahankan status quo.
Untuk pendirian yang saling bertentangan ini, baik yang konservatif maupun yang radikal mempunyai unsur kesamaan. Mereka berasumsi bahwa masalah-masalah sosial adalah hasil ciptaan manusia dan karena itu dapat diatasi oleh manusia. Sebaliknya golongan radikal ingin merombak tata sosial yang ada dan menciptakan tata sosial yang baru sama sekali untuk memperbaiki sistem lebih efisien.
b. Teori Pendidikan Rekonstruksionisme
a. Tujuan Pendidikan
1. Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat.
2. Tugas sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah mengem-bangkan ”sarjana-sarjana” sosial, warga-warga negara yang mempunyai tujuan mengubah secara radikal wajah masyarakat masa kini.
3. Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkit-kan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk meng-atasi masalah tersebut.
b. Metode pendidikan
Analisis kritis terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan programatik untuk perbaikan. Dengan demikian menggunakan metode pemecahan masalah, analisis kebutuhan, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.
c. Kurikulum
Kurikulum berisi mata pelajaran-mata pelajaran yang ber-orientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan.
Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia, yang termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri; dan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi kolektif.
Struktur organisasi kurikulum terbentuk dari cabang-cabang ilmu sosial dan proses-proses penyelidikan ilmiah sebagai metode pemecahan masalah.
d. Pelajar
Siswa adalah generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat masa depan, dan perlu berlatih keras untuk menjadi sarjana-sarjana sosial yang diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan.
e. Pengajar/Tenaga Pendidik
Guru harus membuat para peserta didik menyadari masalah-masalah yang dihadapi umat manusia, mambatu mereka merasa mengenali masalah-masalah tersebut sehingga mereka merasa terikat untuk memecahkannya.
Guru harus terampil dalam membantu peserta didik menghadapi kontroversi dan perubahan. Guru harus menumbuhkan cara berpikir yang berbeda-beda sebagai suatu cara untuk menciptakan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang menjanjikan keberhasilannya.
Menurut Brameld (kneller,1971) teori pendidikan rekonstruksionisme ada 5 yaitu:
a. Pendidikan harus di laksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern.
b. Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati dimana sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri.
c. Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan sosial.
d. Guru harus menyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara bijaksana memperhatikan prosedur yang demokratis
e. Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali secara keseluruhan dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial yang mendorong kita untuk menemukan nilai-nilai manusia yang percaya atau tidak bahwa nilai-nilai itu bersifat universal.
f. Meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.
4. Pendekatan Humanistik (Humanistic approach)
Pendekatan pembelajaran humanistik memandang manusia sebagai subyek yang bebas merdeka untuk menentukan arah hidupnya. Manusia bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain. Pendekatan yang lebih tepat digunakan dalam pembelajaran yang humanistik adalah pendekatan dialogis, reflektif, dan ekspresif. Pendekatan dialogis mengajak peserta didik untuk berpikir bersama secara kritis dan kreatif. Pendidik tidak bertindak sebagai guru melainkan fasilitator dan partner dialog; pendekatan reflektif mengajak peserta didik untuk berdialog dengan dirinya sendiri; sedangkan pendekatan ekspresif mengajak peserta didik untuk mengekspresikan diri dengan segala potensinya (realisasi dan aktualisasi diri). Dengan demikian pendidik tidak mengambil alih tangung jawab, melainkan sekedar membantu dan mendampingi peserta didik dalam proses perkembangan diri, penentuan sikap dan pemilahan nilai-nilai yang akan diperjuangkannya.
Pendidikan yang humanistik menekankan bahwa pendidikan pertama-tama dan yang utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal antara pribadi-pribadi dan antar pribadi dan kelompok di dalam komunitas sekolah. Relasi ini berkembang dengan pesat dan menghasilkan buah-buah pendidikan jika dilandasi oleh cinta kasih antar mereka. Pribadi-pribadi hanya berkembang secara optimal dan relatif tanpa hambatan jika berada dalam suasana yang penuh cinta (unconditional love), hati yang penuh pengertian (understanding heart) serta relasi pribadi yang efektif (personal relationship). Dalam mendidik seseorang kita hendaknya mampu menerima diri sebagaimana adanya dan kemudian mengungkapkannya secara jujur (modeling). Mendidik tidak sekedar menransfer ilmu pengetahuan, melatih keterampilan verbal kepada para peserta didik, namun merupakan bantuan agar peserta didik dapat menumbuhkembangkan dirinya secara optimal.
Mendidik yang efektif pada dasarnya merupakan kemampuan seseorang menghadirkan diri sedemikian rupa sehingga pendidik memiliki relasi bermakna antara pendidikan dengan para peserta didik sehingga mereka mampu menumbuh kembangkan dirinya menjadi pribadi dewasa dan matang. Pendidikan yang efektif adalah yang berpusat pada siswa atau pendidikan bagi siswa. Dasar pendidikannya adalah apa yang men- “dunia”, minat, dan kebutuhan-kebutuhan peserta didik. Pendidik membantu peserta didik untuk menemukan, mengembangkan dan mencoba mempraktikkan kemampuan-kemampuan yang mereka miliki (the learners-centered teaching). Ciri utama pendidikan yang berpusat pada siswa adalah bahwa pendidik menghormati, menghargai dan menerima siswa sebagaimana adanya. Komunikasi dan relasi yang efektif sangat diperlukan dalam model pendidikan yang berpusat pada siswa, sebab hanya dalam suasana relasi dan komunikasi yang efektif, peserta didik akan dapat mengeksplorasi dirinya, mengembangkan dirinya dan kemudian mem- “fungsi” -kan dirinya di dalam masyarakat secara optimal.
Tujuan sejati dari pendidikan seharusnya adalah pertumbuhan dan perkembangan diri peserta didik secara utuh sehingga mereka menjadi pribadi dewasa yang matang dan mapan, mampu menghadapi berbagai masalah dan konflik dalam kehidupan sehari-hari. Agar tujuan ini dapat tercapai maka diperlukan sistem pembelajaran dan pendidikan yang humanistik serta mengembangkan cara berpikir aktif-positif dan keterampilan yang memadai (income generating skills). Pendidikan dan pembelajaran yang bersifat aktif-positif dan berdasarkan pada minat dan kebutuhan siswa sangat penting untuk memperoleh kemajuan baik dalam bidang intelektual, emosi/perasaan (EQ), affeksi maupun keterampilan yang berguna untuk hidup praktis. Tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah memanusiakan manusia muda (N. Driyarkara). Pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang lebih bermanusiawi (semakin “penuh” sebagai manusia), berguna dan berpengaruh di dalam masyarakatnya, yang bertanggungjawab dan bersifat proaktif dan kooperatif. Masyarakat membutuhkan pribadi-pribadi yang handal dalam bidang akademis, keterampilan atau keahlian dan sekaligus memiliki watak atau keutamaan yang luhur. Singkatnya pribadi yang cerdas, berkeahlian, namun tetap humanis.
Pendekatan humanistik dalam kurikulum didasarkan atas asumsi-asumsi yang berikut:
· Siswa akan lebih giat lagi belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan sepenuhnya.
· Siswa yang diturutsertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran akan merasa bertanggung jawab atas keberhasilannya.
· Hasil belajar akan meningkatkan dalam suasana belajar yang diliputi oleh rasa saling mempercayai, saling membantu dan bebas dari ketegangan yang berlebihan.
· Guru yang berperan sebagai fasilitator belajar memberi tanggung jawab kepada siswa atas kegiatan belajarnya.
5. Pendekatan "Accountability" (The "Accountability" Approach)
Accountabilityatau pertanggungjawaban lembaga pendidik-an tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai pengaruh yang penting dalam dunia pendidikan. Namun, menurut banyak pengamat pendidikan accountability ini telah mendesak pendidikan dalam arti yang sebenarnya menjadi latihan belaka.
Accountabilityyang sistimatis yang pertama kalinya diperkenalkan Frederick Taylor dalam bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya, yang kelak dikenal sebagai “scientific management” atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu.
6. Pendekatan Pembangunan Nasional (National Development Approach)
Pendekatan ini mengandung tiga unsur :
1. Pendidikan kewarganegaraan
Dalam masyarakat demokratis, warganegara dapat dimasukkan dalam tiga kategori:
· Warganegara yang apatis
· Warganegara yang pasif
· Warganegara yang aktif
2. Pendidikan sebagai alat pembangunan nasional
Tujuan pendidikan ini adalah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Para pengembang kurikulum bertugas untuk mendisain program yang sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki.
3. Pendidikan keterampilan praktis bagi kehidupan sehari-hari
Keterampilan yang diperlukan bagi kehidupan sehari- hari dapat dibagi dalam beberapa kategori yang tidak hanya bercorak keterampilan akan tetapi juga mengandung aspek pengetahuan dan sikap, yaitu:
· Keterampilan untuk mencari nafkah dalam rangka sistim ekonomi suatu negara.
· Keterampilan untuk mengembangkan masyarakat.
· Keterampilan untuk menyumbang kepada kesejahteraan umum.
· Keterampilan sebagai warganegara yang baik
C. Model-Model Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum ada beberapa model yang dapat digunakan. Tiap model memiliki kekhasan tertentu baik dilihat dari keluasan pengembangan kurikulumnya itu sendiri maupun dilihat dari tahapan pendekatannya maupun pengembangannya :
a. Model Tyler
Pengembangan kurikulum model Tyler yang dapat ditemukan dalam buka classis yang sampai sekarang banyak dijadikan rujukan pada proses pengembangan kurikulum. Dalam model ini, ada 4 hal yang dianggap fundamental untuk mengembangkan kurikulum :
1. Menentukan tujuan
2. Menentukan pengalaman belajar
3. Mengorganisasi pengalaman belajar
4. Evaluasi
b. Model Taba
Berbeda dengan model yang dikembangkan Tyler, model taba lebih menitikberatkan pada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatu proses perbaikan dan penyempurnaan. Oleh karena itu dalam model ini dikembangkan tahap-tahap yang harus dilakukan oleh para pengembang kurikulum.
Ada 5 langkah pengembangan kurikulum model Taba:
1. Menghasilkan unit-unit percobaan
2. Menguji coba unit eksperimen untuk menentukan validitas dan kelayakan penggunaannya
3. Merivisi dan mengonsolidasi unit eksperimen
4. Mengembangkan keseluruhan rangka kurikulum
5. Mengimplementasi kurikulum yang telah teruji
c. Model Oliva
Menurut olive suatu model kurikulum harus bersifat simpel, komprensif, dan sistematik. Menurut olive model yang dikembangkan ini dapat digunakan dalam beberapa dimensi. Yang pertama untuk menyempurnakan kurikulum sekolah dalam bidang-bidang khsus misalkan penyempurnaan kurikulum bidang studi tertentu disekolah, baik dalam tataran perencanaan kurikulum maupun dalam proses pembelajarannya. Kedua, model ini juga dapat digunakan untuk membuat keputusan dalam merancang program kurikulum. Ketiga model ini dapat digunakan dalam program pembelajaran secara khusus.
d. Model Beauchamp
Model ini dinamakan system Beauchamp, karena memang diciptakan dan dikembangkan oleh Bauchamp seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan ada lima langkah dalam proses pengembangan kurikulum.
· Menetapkan wilayah atau arena yang akan melakukan perubahan suatu kurikulum. Wilayah itu bias terjadi pada hanya satu sekolah, satu kecamatan, kabupaten, atau mungkin tingkat provinsi dan tingkat nasional.
· Menetapkan orang-orang yang akan terlibat dalam proses pngembangan kurikulum. Ia menyarankan untuk melibatkan seluas-luasnya para tokoh di masyarakat. Baik itu para ahli/ spesialis kurikulum, para ahli pendidikan serta para professional dalam bidang lain.
· Menetapkan prosedur yang akan ditempuh, yaitu dalam hal merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus, memilih isi dan pengalaman belajar serta menetapkan evaluasi. Keseluruhan prosedur itu selanjutnya dapat dibagi dalam lima langkah:
1) Membentuk tim pengembang kurikulum
2) Melakukan penilaian terhadap kurikulum yang sedang berjalan
3) Melakukan studi atau penjajakan tentang penentuan kurikulum baru
4) Merumuskan kriteria dan alternative pengembang kurikulum
5) Menyusun dan menulis kurikulum yang dikehendaki
· Implementasi kurikulum. Pada tahap ini perlu dipersiapkan secara matang berbagai hal yang dapat berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap efektivitas penggunaan kurikulum.
· Melaksanakan evaluasi kurikulum yang menyangkut:
1) Evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru di sekolah
2) Evaluasi terhadap desain kurikulum
3) Evaluasi keberhasilan amak didik
4) Evaluasi system kurikulum
e. Model Wheeler
Menurut Wheller, pengembangan kurikulum merupakan suatu proses ynag membentuk lingkaran yang terjadi secara terus menerus. Dimana ada lima fase (tahap). Setiap tahap merupakan pekerjaan yang berlangsung secara sistematis atau berturut. Artinya, kita tidak mungkin dapat menyelesaikan tahapan kedua manakala tahapan pertama belum terselesaikan. Namun demikian, manakala setiap tahap sudah selesai dikerjakan, kita akan kembali pada tahap awal. Deikian proses pengembangan sebuah kurikulum berlangsung tanpa ujung.
Wheller berpendapat, pengembangan kurikulum terdiri atas lima tahap, yakni:
1. Menentukan tujuan umum dan tujuan khusus.
2. Menentukan pengalaman belajar yang mungkin dapat dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam langkah pertama.
3. Menentukan isi atau materi pembelajaran sesuai dengan pengelaman belajar
4. Mengorganisasi atau menyatukan pengalaman belajar dengan isi atau materi belajar
5. Melakukan evaluasi setiap fase pengembangan dan pencapaian tujuan
f. Model Nicholls
Dalam bukunya Developing a Curriculum: a Practical Guide (1978), Howard Nicholls menjelaskan bahwa pendekatan pengembangan kurikulum terdiri atas elemen-elemen kurikulum yang membentuk siklus.
Model pengembangan kurikulum Nicholls menggunakan pendekatan siklus seperti model Wheeler. Model Nicholls digunakan apabila ingin menyusun kurikulum baru yang diakibatkan oleh terjadinya perubahan situasi.Ada lima langkah pengembangan kurikulum menurut Nicholls, yaitu:
1. Analisis sesuatu
2. Menentukan tujuan khusus
3. Menentukan dan mengorganisasi isi pelajaran
4. Menentukan dan mengorganisasi metode
5. Evaluasi
g. Model Dynamic Skilbeck
Menurut Skilbeck, model pengembangan kurikulum yang ia namakan model Dynamic,b adalah model pngembangan kurikulum pada level sekolah (School Nased Curriculum Development) Skilbeck menjelaskan model ini diperuntukkan untuk setiap guru yang ingin mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Agar proses pengembangan berjalan dengan baik, maka setiap pengembang termasuk guru perlu memahami lima elemen pokok yang dimulai dari mennganalisis situasi sampai pada melakukan penilaian. Skilbeck menganjurkan model pengembangan kurikulum yang ia susun dapat dijadikan alternative dalam pengembangan kurikulum tingkat sekolah. Menurut Skilbeck langkah-langakah pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis sesuatu
2. Memformulasikan tujuan
3. Menyususn program
4. Interpretasi dan implementasi
5. Monitoring, feedback, penilaian, dan rekonstruksi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum pendekatan-pendekatan pengembangan dalam kurikulum adalah :
1. Pendekatan Sentralistik
Pendekatan sentralistik adalah pendekatan yang terpusat. Pendekatan ini memiliki kelebihan adalah mudahnya dicapai consensus, sangat baik dan memelihara budaya nasional, sangat membantu dalam perlasan kesempatan belajar, an mudah dalam mengadakan inovasi, sedangkan kekurangan pendekatan sentralistik adalah kurang mamu beradaptasi dengan kebutuhan lokal (daerah).
2. Pendekatan Desentralistik
Pendekatan desentralistik adalah pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing. Kelebihan pendekatan ini adalah mudah diadaptasi dengan kebutuhan dan situasi budaya daerah/lokal, namun memiliki kelemahan yaitu kesulitan untuk mencapai konsensus dari berbagai keragaman kebutuhan daerah. Tuntutan utama dari pendekatan desentralistik adalah tuntutan kemampuan setiap pengembang kurikulum yang harus menyebar dari tingkat pusat, daerah, sampai pada tinglkat satuan pendidikan di sekolah.
B. Saran
Dalam menyusun makalah ini, kami menyadari banyak kesalahan yang terdapat di dalamnya. Saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini dikemudian hari
DAFTAR PUSTAKA
Nasution. 2006. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta ; PT. Bumi Aksara
Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Pengembangan Kurikulumteori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Yulaelawati, Ella. 2004. Kurikulum dan pembelajaran Filosofi Teori dan Prakrtek. Bandung : Pakar Raya
http://ajiezaenulamry.blogspot.com/2015/08/makalah-tentang-pendekatan-pengembangan.html
http://ajiezaenulamry.blogspot.com/2015/08/makalah-tentang-pendekatan-pengembangan.html