I. KLIEN YANG MENJALANI BEDAH INTRAKRANIAL
A. Pendekatan Bedah
Kraniotomi mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan
dilakukan untuk menghilangkan tumor, mengurangi TIK, mengevakuasi
bekuan darah dan mengontrol hemoragi. Flap tulang dibuat ke dalam
tengkorak dan dipasang kembali setelah pembedahan, ditempatkan dengan
jahitan periastial atau kawat.
Secara umum ada dua pendekatan melalui tengkorak yaitu:
1) Di atas tentorium (kraniotomi supratentorial) ke dalam kompartemen
supratentorial
2) Di bawah tentorium ke dalam kompartemen infratentorial (fossa
posterior). Pendekatan transfenoidal digunakan untuk membuat akses ke
kelenjar hipofisis.
Struktur intrakranial dapat menjadi pendekatan melalui lubang burr
yaitu lubang sirkular yang dibuat tengkorak baik melalui drill tangan atau
kraniotom automatic (yang mempunyai sistem kendali sendiri untuk
menghentikan drill ketika tulang ditembus).
Lubang burr dapat digunakan untuk menentukan adanya
pembengkakan serebral dan cedera serta ukuran dan posisi ventrikel, dan
suatu cara evakuasi hematoma intrakranial atau abses dan untuk membuat
flap tulang di dalam tengkorak dan memungkinkan akses pada ventrikel
untuk tujuan dekompensasi, ventrikulografi, shunting.
Prosedur cranial lain meliputi kraniektomi dan kranioplasti
(perbaikan defek cranial dengan penggunaan plat logam atau plastik).
B. Evaluasi Diagnostik
Prosedur diagnostik praoperasi dapat meliputi:
1) Tomografi komputer (pemindahan CT)
Untuk menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak.
Sekitarnya, ukuran ventrikel dan perubahan posisinya.
2) Pencitraan resonans magnetik (MRI)
Memberikan informasi serupa dengan pemindahan CT, dengan tambahan
keuntungan pemeriksaan lesi di potongan lain.
3) Angiografi serebral
Digunakan untuk meneliti suplai darah tumor atau memberi informasi
mengenai lesi vaskuler
4) Pemeriksaan aliran Doppler transkranial
Mengevolusi aliran darah pembuluh darah intrakranial
C. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan praoperasi
1
Biasanya pasien diterapi dengan medikasi antikonvulsan
(fenitoin) sebelum pembedahan untuk mengurangi resiko kejang pasca
operasi. Sebelum pembedahan, steroid (deksametason) dapat diberikan
untuk mengurangi edema serebral. Cairan dapat dibatasi. Agens
hiperosmotik (manitol) dan diuretic (furosemid) dapat diberikan secara
intravena segera sebelum dan kadang selama pembedahan bila pasien
cenderung menahan air, yang terjadi pada individu yang mengalami
disfungsi intrakranial. Kateter urinarius menetap dipasang sebelum
pasien dibawa ke ruang operasi untuk mengalirkan kandung kemih
selama pemberian diuretic dan untuk memungkinkan haluaran urinarius
dipantau. Pasien dapat diberikan antibiotik bila serebral sempat
terkontaminsasi atau diazepam pada praoperasi untuk menghilangkan
ansietas.
Kulit kepala dicukur segera sebelum pembedahan (biasanya di
ruang operasi) sehingga adanya abrasi superficial tidak sempat
mengalami infeksi.
b. Penatalaksanaan Pascaoperasi
Jalur arteri dan jalur tekanan vena sentral (CVP) dapat dipasang
untuk memantau tekanan darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin
atau tidak diintubasi dan mendapat terapi oksigen tambahan.
- Untuk mengurangi edema serebral
2
Terapi medikasi meliputi pemberian monitol, yang meningkatkan
osmolalitas serum dan menarik air bebas dari area otak. Dexametason
dapat diberikan melalui iv setiap 6 jam selama 24 – 72 jam dan
dosisnya dikurangi secara bertahap.
- Meredakan nyeri dan mencegah kejang
Terapi medikasi meliputi pemberian asetaminofen yang diberikan
selama suhu di atas 37,5 % dan untuk nyeri. Setelah kraniotomi
biasanya pasien mengalami sakit kepala akibat saraf kulit kepala
yang diregangnya dan iritasi selama pembedahan. Kodein diberikan
lewat parenteral untuk menghilangkan sakit kepala, medikasi
antikonvulsan (fenitoin, diazepam) diresepkan untuk pasien yang
telah menjalani kraniotomi supratentorial karena adanya resiko
epilepsy. Kadar serum dipantau untuk mempertahankan medikasi dan
rentang terapeutik.
- Memantau TIK
Untuk memantau TIK, kateter ventrikel atau beberapa tipe drainase
sering dipasang untuk pasien yang menjalani pembedahan untuk
tumor fossa posterior. TIK dapat dikaji dengan menyusun sistem
dengan sambungan stopkok ke selang bertekanan dan transduser.
Perawatan diperlukan untuk menjamin bahwa sistem tersebut
kencang pada semua sambungan dan stopkok ada pada posisi yang
tepat.
3
Pisau ventrikel kadang dilakukan sebelum prosedur bedah tertentu
untuk mengontrol hipertensi intrakranial terutama pada pasien
dengan tumor fossa posterior.
D. Proses Keperawatan pada Klien yang Menjalani Bedah Intrakranial
1. Pengkajian
a. Pengkajian praoperasi
Pengkajian praoperasi memerlukan kewaspadaan tentang status
praoperasi pasien sehingga dapat membuat perbandingan antara tanda
dan gejala praoperasi dan pascaoperasi pasien. Pengkajian ini
meliputi:
- Tingkat kesadaran dan responsitivitas terhadap rangsang
- Mengidentifikasi adanya deficit neurologik seperti paralysis,
disfungsi visual, perubahan pada kepribadian atau bicara,
gangguan kandung kemih, dan usus.
- Fungsi motorik tangan yang diuji dengan kekuatan genggaman
tangan
- Observasi terhadap gerakan kaki yang dilakukan bila pasien tidak
diambulasi.
Pemahaman pasien dan keluarga tentang rencana prosedur bedah dan
kemungkinan gejala sisanya dikaji bersamaan dengan reaksi mereka
terhadap rencana pembedahan. Selain itu ketersediaan sistem
pendukung untuk pasien dan keluarga juga dikaji.
4
b. Pengkajian pascaoperasi
Frekuensi pemantauan pascaoperasi didasarkan pada status klinis
pasien. Pengkajian ini meliputi:
- Fungsi pernafasan
Mengkaji fungsi pernafasan adalah esensial karena hipoksia
ringan dapat meningkatkan iskemia serebral.
- Frekuensi dan pola pernafasan
- Nilai gas darah arteri
- Fluktuasi tanda vital pasien, karena ini mengindikasikan
peningkatan TIK.
- Pengukuran suhu rectal pasien untuk mengkaji adanya
hipertermia sekunder akibat kerusakan hipotalamus.
- Pemeriksaan neurologik untuk mendeteksi peningkatan TIK yang
diakibatkan oleh edema serebral atau perdarahan. Pengkajian
status neurologik berfokus pada tingkah kesadaran pasien, tanda-
tanda mata, respon motorik dan tanda vital. Pasien diobservasi
untuk tanda-tanda yang tak nyata dari deficit neurologik seperti
penurunan respons terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan
dalam menelan, kelemahan/paralysis, ekstremitas, perubahan
visual (diplopia, penglihatan kabur), perestesia, kejang.,
Balutan bedah pasien diinspeksi untuk adanya perdarahan
dan drainase CSS
5
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian diagnosa keperawatannya meliputi:
• Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema
serebral
• Potensial terhadap ketidakefektifan termoregulasi yang berhubungan
dengan kerusakan hipotalamus, dehidrasi dan infeksi.
• Potensial terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
hipoventilasi, aspirasi dan imobilisasi.
• Perubahan sensori-persepsi (visual, auditorius, bicara) yang
berhubungan dengan edema periorbital, balutan kepala, selang
endotrakeal dan efek TIK.
• Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
atau ketidakmampuan fisik.
Diagnosa keperawatan lain dapat meliputi:
• Kerusakan komunikasi (afasi) berhubungan dengan kerusakan
jaringan otak.
• Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan immobilitas, tekanan, inkontinensia.
3. Intervensi Keperawatan
a. Intervensi keperawatan praoperasi
Pada persiapan pembedahan, status fisik dan emosional pasien ada
pada tingkat optimal untuk mengurangi komplikasi pascaoperasi.
6
Status fisik pasien dikaji untuk deficit neurologik dan dampak
potensial setelah pembedahan. Intervensi keperawatan pasien
praoperasi meliputi:
- Bila lengan pasien atau kakinya paralysis, roll trokhanter
dipasang pada ekstremitas dan kaki dipersisikan terhadap papan
kaki.
- Pasien yang mampu ambulasi didorong untuk melakukannya.
- Bila pasien afasia, tuliskan material atau gambar dan kartu kata-
kata yang menunjukkan bedpan, gelas air, selimut, dan lain-lain.
- Persiapan emosional pasien meliputi pemberian informasi tentang
apa yang akan terjadi pada pasca operasi.
- Perubahan status kognitif dapat membuat pasien menyadari
rencana pembedahan.
b. Intervensi keperawatan pasca operasi
1) Mencapai homeostatis neurologik
Perhatian terhadap status pernafasan adalah penting untuk hasil
klinik pasien.
- Pipa endotrakeal ditempatkan di sebelah kiri sampai pasien
memperlihatkan tanda bangun dan mempunyai ventilasi
spontan yang adekuat.
- Evaluasi keadaan klinis dan analisa gas darah arteri.
7
2) Edema serebral
- Peningkatan tekanan intrakranial
- Drainase intraventrikel dipantau dengan cermat dengan
menggunakan asepsis ketat bila ada bagian dari sistem
terpegang
- Tanda-tanda vital dan neurologis diperiksa (tingkat kesadaran
dan responnya, respons pupil dan motorik) setiap 15 menit
sampai 1 jam)
- Rotasi kepala ekstrem dihindari sat ada peningkatan TIK
- Setelah bedah supratentorial pasien ditempatkan dengan
posisi telungkup atau miring dengan satu bantal di bawah
kepala.
- Kepala tempat tidur ditinggikan 20º – 30 º.
- Setelah bedah fossa posterior pasien dipertahankan berbaring
telentang lurus pada satu sisi (telungkup) dengan kepala
menggunakan bantal yang kecil.
- Pasien diubah ke posisi kiri, tetapi kepala tidak fleksi ke arah
dada.
- Posisi pasien diubah setiap 2 jam dan kulit sering dirawat.
- Mengubah posisi dengan menggunakan kain seprei di kepala
sampai bagian tengah paha.
8
3) Mengatur suhu
Intervensi keperawatan terdiri dari pemantauan suhu dan
melakukan tindakan untuk menurunkan suhu tubuh; melepaskan
selimut, menggunakan kantong es di aksil dan daerah lipat paha,
menggunakan selimut hipotermia dan pemberian obat-obat yang
dipertimbangkan untuk menurunkan demam.
4) Meningkatkan pertukaran gas
- Pasien diobservasi terhadap tanda-tanda infeksi pernafasan:
peningkatan suhu, peningkatan frekuensi nadi dan perubahan
respiratori.
- Paru-paru diaskultasi terhadap adanya penurunan bunyi nafas
dan bunyi tambahan lain.
- Ubah posisi pasien setiap 2 jam untuk mobilisasi sekret dan
mencegah statisnya sekret.
- Setelah pasien sadar lakukan pengukuran tambahan:
kemampuan menguap, nafas panjang dan nafas dalam.
5) Koping terhadap deprivasi sensori
- Tempatkan pasien dengan meninggikan posisi kepala dan
memberikan kompres dingin di atas mata, membantu
menurunkan edema.
- Tenaga pelayanan kesehatan harus memberi tahu keberadaan
mereka bila memasuki ruangan untuk menghindari kejutan
9
pada pasien yang penglihatannya berkurang karena edema
periorbital.
6) Mencapai penerimaan diri
- Pasien didorong untuk mengungkapkan perasaan dan frustasi
tentang adanya perubahan pada penampilan
- Dorong untuk penggunaan pakaian pribadi dan penutupan
kepala kerudung sampai terjadi pertumbuhan rambut
- Sistem pendukung sosial dan keluarga.
7) Pendidikan pasien dan pertimbangkan perawatan di rumah
- Kekuatan dan keterbatasan pasien dijelaskan pada keluarga
dalam meningkatkan pemulihan pasien.
- Jaga kulit kepala tetap kering sampai seluruh jahitan diangkat.
8) Infeksi
- Tempat insisi dipantau untuk adanya kemerahan, nyeri tekan,
benjolan, separasi atau bau menyengat
- Tekan balutan dengan bantalan steril sehingga kontaminasi
dan infeksi terhindar
9) Kejang
- Berikan medikasi antikonvulsan yang diresepkan sebelumnya.
4. Perencanaan dan Implementasi
Sasaran utama pasien ini mencakup tercapainya keseimbangan
neurologis. Untuk meningkatkan perfusi jaringan serebral, tercapainya
10
regulasi suhu, kemampuan koping dengan penurunan sensori, ventilasi
dan pertukaran gas normal, adaptasi terhadap pembuatan citra tubuh dan
tidak terjadi komplikasi.
5. Evaluasi
Hasil yang diharapkan:
1. Tercapainya homeostatis neurologis/meningkatnya perfusi jaringan
serebral.
a. Membuka mata sesuai perintah; menggunakan kata-kata yang
dikenal dengan kemajuan untuk berbicara normal.
b. Mematuhi perintah dengan respons motorik yang tepat
2. Tercapainya pengaturan suhu dan suhu tubuh dalam keadaan normal
3. Mengkoping penurunan sensori
4. Mempunyai pertukaran gas yang normal
a. Gas darah arteri normal
b. Bunyi nafas bersih tanpa bunyi-bunyi tambahan
c. Melakukan nafas dalam dan mengubah posisi secara langsung
5. Menunjukkan peningkatan konsep diri
a. Memperhatikan hal berdandan
b. Mengunjungi dan berinteraksi dengan orang lain
6. Tidak ada komplikasi
a. TIK normal
11
b. Perdarahan pada tempat pembedahan minimal dan insisi bedah
sembuh tanpa bukti infeksi
c. Suhu tubuh normal
d. Kadar keseimbangan cairan dan elektrolit dalam batas-batas yang
diinginkan
e. Tidak menunjukkan kejang
E. Bedah Transfenoidal
Tumor yang terletak di dalam sela tursika dan adenoma hipofisis
dapat diangkat dengan pendekatan transfenoidal. Insisi dibuat di bawah bibir
atas dan jalan masuk dibuat ke dalam rongga nasal, sinus senoidal dan sela
tursika. Teknik bedah mikro memberikan perbaikan pencahayaan,
pembesaran, dan visualisasi sehingga struktur vital di dekatnya dapat
dihindari.
Pendekatan transfenoidal memberikan akses langsung pada sel
tursika dengan resiko trauma dan hemoragi minimal. Tindakan ini
menghindari banyak resiko kraniotomi, dan ketidaknyamanan pascaoperasi
serupa dengan prosedur bedah transnasal lain. Juga dapat digunakan untuk
ablasi hipofisis pada pasien dengan payudara di seminata atau kanker prostat.
12
II. PENDEKATAN NEUROLOGIK DAN BEDAH NEURO UNTUK
PENATALAKSANAAN NYERI
A. Prosedur Stimulasi
Stimulasi listrik atau neuromodulasi adalah metode supresi nyeri
dengan memberikan denyutan listrik bertegangan rendah terkontrol pada
bagian sistem saraf.
1) Stimulasi saraf listrik transkutaneus (TENS)
TENS adalah pasase arus listrik kecil melalui kulit untuk tujuan
mengontrol nyeri lokal. Elektroda ditempatkan di atas sisi nyeri,
sepanjang proses saraf perifer. Pasien mengoperasikan kontrol amplitudo
sampai stimulasi yang terdeteksi oleh sensasi vibrasi, dengungan atau
ketukan, terasa di dalam jaringan yang lebih dalam. Amplitudo
ditingkatkan secara perlahan sampai sensasi dirasakan pada sisi atau asal
nyeri atau sepanjang jaras radiasi.
2) Stimulasi kolumna dorsal (DCS)
DCS adalah teknik yang digunakan untuk meredakan nyeri
kronik dan hebat di mana alat yang diimplantasikan melalui pembedahan
memungkinkan pasien memberikan stimulasi listrik denyutan pada aspek
dorsal medulla spinalis untuk memblok impuls nyeri. Laminektomi
dilakukan di atas asupan nyeri derajat tinggi, dan elektroda ditempatkan
pada ruang epidural di atas kolumna posterior medulla spinalis. Kantung
subkutan disusun di atas area klavikula atau beberapa tempat lain untuk
13
penempatan penerima yang keduanya disambungkan dengan saluran
subkutan.
3) Neurostimulasi epidural perkutan
Merupakan metode stimulasi neuro di mana elektroda dimasukkan
melalui kulit ke dalam ruang epidural spinal. Tindakan ini tampak efektif
dalam mengatasi arakhnoiditis dan neuroma pasca amputasi.
4) Stimulasi otak dalam
Dilakukan untuk masalah nyeri khusus ketika pasien tidak berespon pada
teknik umum pengendalian nyeri. Elektroda dimasukkan melalui lubang
burr di tengkorak dan dimasukkan ke dalam tempat terpilih di otak,
bergantung pada lokasi atau tipe nyeri.
B. Opioid Instrapinal
Resepton opioid tidak hanya ada di otak tetapi juga di substansia
gelantinosa korda spinalis. Reseptor ini dapat berkombinasi dengan opioid
yang diberikan secara lokal (morfin) diinjeksikan secara epidural atau
intratekal untuk menghasilkan peredaan nyeri jangka panjang dengan sedikit
atau tanpa menumpulkan tingkat responsivitas pasien dan tidak
menghilangkan fungsi sensori, motorik atau sfingter., teknik yang digunakan
kebanyakan meliputi penempatan kateter dalam ruang epidural atau
subarakhnoid dengan jarum spinal dan memasukkan kateter sedekat mungkin
ke segmen spinal di mana nyeri dirasakan.
14
C. Prosedur Ablatif dan Destruktif
Serat-serta penimbul nyeri dapat dihentikan pada titik manapun dari
asalnya ke kortek serebral.
Prosedur ablative atau destruktif terdiri atas:
1) Kordotomi
Kordotomi adalah pembagian traktus korda spinalis tertentu
a) Kordotomi perkutan, menggunakan arus frekuensi radio untuk
menghasilkan lesi pada permukaan anterolateral korda spinalis. Pada
pasien dengan anestesi lokal jarum dimasukkan ke dalam leher di
bawah dan di belakang prosesus mastoideus.
b) Kordotomi terbuka. Mencakup pembedahan terhadap kolumna
anterolateral serat-serta nyeri spinal di atas region torakal atau
servika. Prosedur ini menghentikan atau merusak konduksi nyeri dan
sensasi suhu.
2) Rizotomi
Rizotomi adalah pembedahan pada akar spinal yang digunakan untuk
mengontrol nyeri dada berat karena kanker paru dan untuk mengurangi
nyeri kepala dan malignansi leher.
a) Rizotomi perkutan, arus frekuensi radio digunakan untuk secara
selektif menggumpalkan serat-serta nyeri sementara serat-serta yang
mengendalikan sentuhan dan propriosepsi dipertahankan.
15
b) Rizotomi kimiawi, alkohol, fenol atau campuran agens diinjeksikan
ke dalam ruang subarakhnoid.
D. Pendekatan Bedah Psiko
Tujuan prosedur bedah psiko adalah untuk mengubah respons pasien
terhadap nyeri. Talainotomi adalah perusakan terhadap kelompok sel khusus
di dalam thalamus. Lubang burr di buat di tengkorak, elektroda ditempatkan
dalam area target dengan teknik stereotaksik dan arus frekuensi radio,
kemudian diarahkan melalui elektroda untuk menciptakan lesi.
III. SAKIT KEPALA
A. Klasifikasi
Klasifikasi sakit kepala paling baru dikeluarkan oleh Headache
Classification Committee of the Internasional Headache Society sebagai
berikut:
1) Migren (dengan dan tanpa aura)
2) Sakit kepala tegang
3) Sakit kepala klaster dan hemikronia paraksismal
4) Berbagai sakit kepala yang berkaitan dengan lesi struktural
5) Sakit kepala dihubungkan dengan trauma kepala
6) Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vascular
7) Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan intrakranial non vaskular
16
8) Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia atau gejala putus
asa.
9) Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non-sefalik
10) Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik
11) Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan
kepala, leher atau struktur sekitar kepala
12) Neuralgia kranial
B. Pengkajian
Data yang diperoleh untuk riwayat kesehatan harus menunjukkan
kata-kata pasien sendiri tentang sakit kepala seperti digambarkan pada
respons terhadap pertanyaan ini:
- Berapa usia Anda sakit kepala ini mulai? Pada situasi seperti apa
mulainya.
- Di mana lokasinya? Apakah bilateral atau unilateral? Apakah menyebar?
- Berapa kali sakit kepala terjadi selama waktu tertentu?
- Apakah ada faktor yang mendukung
- Apa yang membuat sakit kepala bertambah buruk (batuk, tegang)
- Kapan waktu serangan
- Apa yang biasa digunakan untuk mengurangi sakit kepala (aspirin,
makanan, istirahat)
- Apakah ada mual, muntah, keletihan atau kesemutan pada ekstremitas
menyertai sakit kepala.
17
- Apakah Anda mempunyai alergi
- Apakah keluarga mempunyai sejarah sakit kepala
C. Migren
Migren adalah gejala kompleks yang mempunyai karakteristik pada
waktu tertentu dan serangan sakit kepala berat yang berulang-ulang.
Penyebab migren tidak diketahui jelas. Tetapi ini dapat disebabkan oleh
gangguan vaskuler primer yang biasanya banyak terjadi pada wanita dan
mempunyai kecenderungan kuat dalam keluarga.
D. Sakit Kepala Vaskuler Lain
Sakit kepala vaskuler lain meliputi:
1) Cluster headache
Merupakan bentuk sakit kepala vaskuler berat. Hal ini sering terjadi pada
pria dan lebih mudah terjadi pada keadaan penderita sangat lelah dan
letih. Serangan datang dalam bentuk menumpuk dan berkelompok dengan
nyeri yang menyiksa pada lokasi mata dan lingkaran mata dan menyebar
ke wajah dan daerah temporal. Nyeri diikuti mata berair dan sumbatan
hidung,. Serangan berakhir dari 15 menit sampai 2 jam. Sedangkan pada
wanita biasanya datangnya serangan berkaitan dengan menstruasi.
2) Arteritis kranial
Radang arteri kranial merupakan karakteristik sakit kepala berat yang
terletak di sekitar arteri temporal. Radang mungkin menyebar di bagian
arteri kranial, merupakan salah satu penyakit pembuluh darah.
18
Arthritis kranial adalah salah satu penyebab sakit kepala pada populasi
lansia yang jangkauan insidennya besar pada usia di atas 70 tahun.
Arteritis kranial sering dimulai dengan adanya kelelahan, lemah,
kehilangan berat badan dan demam.
Arteritis kranial merupakan gambaran pertahanan (imun) vaskulitis di
mana imun kompleks ditumpuk pada dinding-dinding pembuluh darah
yang terpengaruh yang menghasilkan cedera pembuluh darah dan radang.
E. Sakit Kepala Tegang (Sakit Kepala Kontraksi Otot)
Kontraksi otot atau tension headache menimbulkan nyeri karena
kontraksi terus-menerus otot kulit kepala, dahi dan leher disertai
vasokontriksi ekstrakranial, karakteristik sakit kepala mungkin menetap,
perasaan tetap pada tekanan yang biasanya dimulai pada dahi, pelipis atau
belakang leher. Bentuk akut dikaitkan dengan keadaan stress, kegelisahan
yang biasanya berlangsung satu atau dua hari. Tension headache bentuk
kronik lebih sering dijumpai pada wanita dan biasanya bilateral.
19